Sabtu, 30 Januari 2016

MENANTI PROSES HIJRAH MAS GAGAH

Film yang di awali dengan adegan jatuhnya mas Gagah di laut ini menurut saya merupakan makna dari kata”pergi” yang dipakai dalam judul film dari novel Helvy Tiana Rosa, pun kata “pergi” juga ditegaskan oleh pemeran Yudi saat ia orasi di bus tentang Hijrah.. Namun dari sudut pandang penonton kata hijrah belum bisa saya maknai sepenuhnya dalam KMGP the movie satu ini, mungkin akan terjawab dalam KMGP 2 nanti, maka mungkin terlalu dini meresensi film ini, karena bisa jadi banyak pertanyaan yang belum terjawab di KMGP 1 akan tervisualisasikan di KMGP 2 nanti.
Tapi setelah menonton tayangan Ketika Mas Gagah Pergi bagian satu, ada beberapa hal yang berjejalan dikepala yang akan coba saya uraikan satu per satu.  Dalam hal ini saya ingin menjabarkannya menjadi dua bagian,
Yang pertama tentang cerita
Di awal tayangan tertulis film ini diangkat dari novel yang sudah diterbitkan dua puluh tahun yang lalu, maka dibenak saya akan terpikir setting, latar , serta atmosfer kala itu, namun nyatanya film ini dikemas kekinian, mulai dari trend fashion, setting adegan misal selfie, penggunaan kata- kata populer yang dijaman itu belum ada, juga model- model kafe, gedung sekolah yang nampak fresh dijaman sekarang. Jadi saya berpikir cerita yang sudah dua puluh tahun ini sengaja dibuat berdasarkan kondisi saat ini.
Saya sangat tertarik dengan salah satu model dakwah yang ditampilkan dalam film ini, seorang Yudi yang naik turun bus memberikan ceramahnya, mungkin mb Helvy menulis ini karena di eranya dakwah macam ini sudah ada, jika pun tidak menurut saya ini sangat inspiratif, suatu bentuk ajakan yang tak hanya terbatas pada ruang gerak tertentu.
Prolog diawal film adalah sebuah bahasan yang ingin menunjukkan sosok mas Gagah, khususnya di mata Gita adiknya, mungkin prolog ini juga yang akan mendramatisir klimaks ketika mas Gagah berubah dan hubungan mereka renggang, perasaan penonton akan dimainkan disini, namun bagi saya pribadi perasaan itu kurang bermain, sense adik kakak saat mas Gagah dan Gita dewasa kurang berasa, setahu saya film ini memang disetting agar tetap menjaga batas-batas syar’i antar pemain, mungkin alasan ini tepat ketika sense itu kurang kuat, berbeda ketika mas Gagah dan Gita kecil, jutru lebih terasa disitu. Namun ini adalah langkah awal yang sangat bagus, berbagai strategi dilakukan sutradara agar kekompakan itu tetap nampak tanpa melanggar batas syar,i, misal si mas Gagah yang suka menimpuk topi adiknya sehingga tak secara langung “bersentuhan”.
Bagian kedua saya ingin membahas masalah teknis, saya bukan ahli di bidang videografi tapi ingin menggambarkan kesan yang saya rasakan sebagai penonton ketika disajikan film ini.
Pemilihan casting sangat bagus, wajah mas Gagah dan Gita sangat mirip, apalagi di foto yang digunakan sebagai latar belakang pertengkaran mas Gagah dan Gita sepulang dari hajatan.
Sedangkan secara alur, loncatan adegan beberapa kali saya rasakan, terutama ketika menampilkan adegan di rumah cinta, perpindahannya terlalu tiba-tiba. Cmiiw heeeee
Film ini terobosan baru di dunia perfilm an islam, menambah warna dan tentunya menambah daftar film islami. Tentunya penonton juga sudah menunggu kisah-kisah selanjutnya, saya berharap proses hijrah mas Gagah yang terkesan begitu cepat di part pertama akan diceritakan di part ke dua untuk mengobati rasa penasaran saya dan mungkin penonton yang lain.  http://www.flp.or.id/.
Andika Alya
27 Januari 2016










Tidak ada komentar:

Posting Komentar